Lecturer: Chapter II - 0.1
"P-Pelan-pelan..." lirih Nana agak ketakutan. Taeyong paham, ia mengangguk dan mengelus surai Nana.
"Iya, kamu tenang aja," ucapnya sembari senyum meyakinkan. Sorot takut Nana menghilang, tandanya ia berhasil menenangkan sang istri.
Taeyong kembali melumat bibir Nana, sedalam yang bisa ia capai sekaligus menggencarkan gerakan lidahnya baik menjilat bibir maupun mengobok mulut Sang istri. Nana sendiri berusaha memberikan pelayanan sebaik mungkin pada permainan sang suami.
Taeyong turun, memberikan kissmark pada perpotongan leher Nana. Sementara tangannya menyelinap ke belakang sana lalu melempar bra Nana sembarang arah.
"J-Jangan diliatin..." lirih Nana yang malu melihat suaminya tertegun memandangi kedua gunung kembarnya. Ia mencoba menutupinya dengan kedua tangan, tapi Taeyong menahannya.
"Kamu cantik, Sayang. Sangat cantik," puji Taeyong sembari mengelus kedua gundukan itu lalu memijatnya pelan. Napas Nana langsung memburu.
"Sshhhh..." lenguhnya kala Taeyong mulai menjilat dan menghisap putingnya kanannya, sementara tangan kirinya memilin puting satunya.
Nana terbuai, ia merasakan perasaan nikmat yang membuatnya menjambak rambut Taeyong dan menarik kepala Taeyong mendekat agar terus memanjakan gunung kembarnya.
"Ahhã…¡ Shhhhã…¡" desisnya saat Taeyong memberikan beberapa kissmark pada kedua gundukannya.
Taeyong merayapkan tangan kanannya, menerbos celana dalam Nana.
"A-Ahh!" desah Nana yang kaget saat Taeyong menggosok klitorisnya dengan jari tengah.
"Kamu bener-bener basah, Sayang. Aku pastikan kamu mencapai kenikmatan itu segera," bisik Taeyong sembari mendongak menatap istrinya.
Taeyong bertumpu pada lututnya yang berada di antara kaki Nana, kemudian melepas kain yang membungkus harta karun milik Nana.
Dan nampaklah pemandangan cantik yang membuat Taeyong lagi-lagi tertegun dengan jantung yang berdegup cepat, lalu tersenyum pada Nana.
"Cantik," gumamnya.
Semburat kemerahan muncul di wajah Nana dan ia memalingkan wajah. "J-Jangan diliatin, malu..."
"Mau langsung dimanjain, hm?" bisik Taeyong sembari menggosokkan ibu jarinya pada klitoris Nana.
Gadis itu tidak menjawab, hanya memejamkan matanya semakin rapat. Tetapi vagina yang merah muda itu berkedut, seolah mewakili keinginan Nana.
Taeyong terkekeh sembari mengangguk kecil. "Sebentar, saya puji dulu keindahan Tuhan satu ini," ucap Taeyong lalu menurunkan tubuhnya.
"Ahhh! K-Kakhh!"
Tubuh Nana tercekat hebat begitu lidah Taeyong bermain di vaginanya yang terbuka lebar. Ia berusaha merapatkan kakinya, tapi Taeyong menahannya.
"Aahhã…¡ Kakhhã…¡"
"Taeyong."
"T-Taeyonghh, c-cukuphh! Iniã…¡ ahh!"
"Lepas, Sayang. Lepasin semuanya. Kamu pantas untuk pujian ini," gumam Taeyong di sela permainan lidahnya.
Nana terus mendesah, tubuhnya menggelinjang kesana-kemari karena rasa geli yang nikmat itu. Ia ingin Taeyong berhenti karena sudah tidak kuat menahannya, tapi ia juga menyukai sensasinya. Sulit ditentukan.
"T-Taeyonghhã…¡ C-cukuphh! A-Aku mau pipishh!" racau Nana merasakan cairan mendesak dirinya untuk dikeluarkan.
"Keluarin, Sayang. Jangan di tahan."
"T-Tapi spreinyaã…¡ Ahh! J-Jangan Taehh!" seru Nana saat Taeyong menusuk-nusukkan lidahnya pada lubang Nana, sementara ibu jarinya menggosok klitorisnya.
"Taeyonghh!" pekik Nana sembari mendorong kepala Taeyong menjauh dari miliknya. Dan tak lama, cairan menyembur dari sana, mengenai perut dan boxer Taeyong.
"Bagus," gumam Taeyong dengan seringaian.
Taeyong beranjak dari ranjang dan secepat kilat membuka celananya juga. Nana meneguk salivanya susah payah melihat batang Taeyong yang besar dan berdiri tegak menunjuknya.
Perlahan, Taeyong merangkak ke atas tubuh Nana. Sempat berhenti di dua gundukan Nana untuk menjilat kedua putingnya, lalu sampailah dia ke wajah Nana.
"Meet him, his name is Stephen," bisik Taeyong sembari mengarahkan tangan kanan Nana ke miliknya. Wajah Nana memanas menyentuh betapa tegang batang itu, ditambah Taeyong yang menuntunnya untuk memopa tangan Nana di sana.
"Hmmggh..." geram Taeyong menikmati sentuhan Nana. Gerakan itu mungkin tidak secepat yang seharusnya, tapi itulah yang membuat Taeyong merasa Nana menggodanya.
"Ahhã…¡ Taehh..." desah Nana saat Taeyong berhasil memainkan klitorisnya, padahal kakinya tertutup rapat. Sementara bibir lelaki itu mencumbui leher Nana.
"Arggh, cukup!"
Taeyong beranjak, membuka kaki Nana dengan kedua lututnya, menjilat tangan kanannya lalu memijat sebentar miliknya.
Nana meremat sprei semakin kuat kala Taeyong mengarahkan stephen ke miliknya. Tapi ternyata, Taeyong hanya menggesekkan kepala stephen ke klitorisnya yang menegang.
"Taeyonghh..." rengek Nana yang tidak sabar lagi untuk merasakan semuanya. Taeyong paham, ia menyeringai lebar lalu menjangkau wajah Nana. Memberikan lumatan lembut kala tangannya mengarahkan stephen ke lubang Nana.
"Cakar aku kalo terasa sakit, ok?" ujar Taeyong dan Nana mengangguk. Perlahan, Taeyong mulai mendorong kepala stephen.
"Ahã…¡ S-Sakit..." lirih Nana dengan mata tertutup rapat. Kepala penis Taeyong terlalu besar. Ia tidak yakin miliknya mampu melayani si stephen itu.
"Tenang, Sayang. Rileks," bisik Taeyong dan kembali mendorong miliknya. Ia merasakan cengkraman Nana semakin dalam seiring dalamnya si stephen tertanam. Taeyong tidak heran, milik Nana jauh lebih sempit dari apa yang dia kira.
"Setelah ini, aku rasa sakitnya akan hilang. Tahan, oke?" bisik Taeyong sedikit khawatir melihat mata Nana yang memerah, lalu melumat bibir Nana lagi.
Jleb.
"AH! TAEYONGã…¡ mph!"
Taeyong dengan cepat membungkam bibir Nana lagi setelah miliknya berhasil tertanam sempurna di dalam sana, mengoyakkan selaput darah Nana.
Air mata Nana menetes walau matanya tertutup rapat. Badannya seperti terbelah dua. Bahkan goresan yang kukunya ciptakan di punggung Taeyong tidak bisa menyamai rasa sakitnya di bawah sana.
Taeyong diam untuk beberapa saat, membiarkan milik Nana beradaptasi dengan stephen yang entah sejak kapan tumbuh sebesar itu. Sementara dia mencumbui bibir dan leher Nana bergantian guna menenangkan gadis itu.
"Masih sakit?" tanya Taeyong pelan. Gadis itu mengangguk lemah. Taeyong mengecup bibirnya.
"Setelah ini nggak kok, tenang, ya."
Lagi, Nana hanya bisa mengangguk lemah. Taeyong tersenyum dan karena tidak ingin Nana kesakitan terlalu lama, ia mulai menggerakan pinggulnya secara perlahan. Tak lupa mencumbui Nana.
Hingga tak lama, cengkraman Nana mengendur seiring desahan keluar dari mulutnya. Taeyong tersenyum, ia lalu menaikkan ritme permainan.
"Ahhh... Nghhh... Taehh!" racau Nana menikmati tumbukan di bawah sana, sekaligus permainan lidah Taeyong di dua gundukan kembarnya.
"Gila... Kamu memabukkan, Nana. Sangat memabukkan," desis Taeyong merasakan miliknya dipijat-pijat dinding vagina istrinya. Ini jauh lebih luar biasa dibandingkan memanjakan Stephen dengan tangan.
"Arggh... Aku cinta kamu, Nana," bisiknya di antara desahan dan lenguhan yang dikeluarkan Nana. Ia lalu melumat bibir Nana.
"Taehh.. A-Aku mau pipis lagihh!"
"Keluarkan."
"Nggak bisahh... S-Sesakhh.." lirih Nana lemah merasakan miliknya benar-benar tertutup sempurna oleh milik Taeyong.
Taeyong tidak mengindahkan penuturan Nana, ia justru mempercepat temponya sembari mendesah berat di telinga Nana. Menikmati stephen dipijat semakin gila di dalam sana. Sensasi luar biasa yang pernah Taeyong rasakan.
Sementara Nana meracau dan menggelinjang hebat. Ia tidak bisa menahan pipis itu lagi dan akhirnya berhasil keluar di antara tumbukan Taeyong. Bunyi cipratan memenuhi ruangan itu.
Taeyong tersenyum senang karena berhasil membuat Nana mencapai orgasme keduanya.
"S-Sudah Taehh..." rengek Nana lemah, napasnya tersengal hebat. Taeyong mengecup bibir istrinya yang sudah membengkak lalu menyeka keringat di dahi Nana.
"Aku bahkan belum keluar, Sayang."
Taeyong mengangkat tubuh Nana ke pangkuannya tanpa melepas persatuan di bawah sana. Nana mengalungkan tangannya di leher Taeyong, sementara Taeyong memeluk pinggangnya. Posisi ini membuat Nana merasa Taeyong sudah mencapai ujungnya.
"Ingat posisi di kampus hari itu? Di sofa?" tanya Taeyong dan dengan malu-malu Nana mengangguk.
"Mau coba di sofa?"
"Nggak. Nggak nyaman," jawab Nana membuat Taeyong terkekeh.
"Baiklah, lagi pula ini baru awal mula, jadi yang normal saja. Kita punya banyak waktu untuk mencoba gaya lainnya," ujar Taeyong seraya mengedipkan sebelah mata. Nana memukul pelan bahunya.
"Kamu mau memimpin ronde ini? Seperti waktu itu?" tanya Taeyong.
Nana tidak menjawab, melainkan langsung melumat bibir Taeyong. Sama panasnya seperti yang waktu itu dia lakukan. Bahkan sampai berperang lidah.
Taeyong tersenyum, kemudian tangannya mulai menaik-turunkan pantat Nana. Melanjutkan acara tumbuk-menumbuk itu.
"Ahhh... Ngghh..." desah Nana dengan kepala yang terdongak. Taeyong memanfaatkan itu untuk menghisap puting Nana, menyusu bak bayi kelaparan.
Taeyong benar, walaupun begitu menyakitkan di awal, kenikmatan yang dia dapat pun setimpal. Bahkan jauh lebih nikmat hingga membuat Nana menggila dan memutuskan untuk mengambil alih permainan.
Ia menggenjot milik Taeyong hingga suaminya itu turut meracau bak orang gila. Menyumpah serapahi milik Nana yang begitu sempit dan memabukkan.
"T-Taehh! P-Pipishh! Aku mau pipis lagihh!" pekik Nana, kakinya mulai bergetar.
Taeyong langsung mengubah posisi. Menidurkan Nana sementara ia menopang tubuhnya dengan kedua tangan di sisi Nana dan kembali menghujani Nana dengan tumbukan bertempo gila. Nana menggelinjang hebat dengan pekikan dan lenguhan yang menjadi satu dengan geraman Taeyong.
Cipratan Nana keluar untuk ketiga kalinya. Disusul dengan hentakkan kuat dari Taeyong, menanamkan miliknya ke dasar Nana. Menggeram berat sembari mengisi rahim istrinya dengan segala yang ia punya.
Taeyong menyeka keringat di dahi Nana, sama halnya dengan Nana yang menyeka keringat Taeyong, lalu saling melumat bibir sembari menetralkan napas.
Taeyong bertumpu pada lututnya. Hal pertama yang dia lihat adalah bercak darah, hanya sedikit, tersingkir karena orgasme Nana. Ia pun mencabut penisnya secara perlahan, menarik selimut sembari membaringkan tubuh di sebelah Nana, kemudian menarik sang istri ke dekapannya.
Ciuman penuh kasih Taeyong daratkan di kening istrinya yang masih sedikit terengah.
"Terima kasih atas kepercayaan kamu, Nana. Aku nggak akan mengecewakannya, apapun yang terjadi," ucap Taeyong. Nana mengangguk lemah, kemudian mendongak kala dagunya diangkat Taeyong.
"I love you, Lee Nana."
"I love you too, Lee Taeyong."
Komentar
Posting Komentar